TUGAS BIOKIMIA 1
PAPER TENTANG MANFAAT ENZIM UNTUK DIAGNOSIS
DISUSUN
OLEH:
CICI EMA LESTARI ( E1M 0130 005 )
MIR’ATUL HASANATIN ( E1M 013 030 )
MUHAMMAD IKSAN ( E1M 013 031 )
RIRIN ( E1M 013 043 )
WILASTRI HURUN’IN (E1M 013 058)
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015
PEMANFAATAN ENZIM SEBAGAI ALAT DIAGNOSIS
Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan
dan mengatur perubahan-perubahan kimia
dalam system biologi. Zat ini dihasilkam oleh organ-organ hewan dan tanaman,
yang secara katalik menjalankan berbagai
rekasi , seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerisasi, adisi,
transfer radikal dan kadang-kadang pemutusan ikatan karbon. Enzim merupakan
biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir semua enzim adalah
protein. Pada reaksi-reaksi enzimatik, molekul yang mengawali reaksi disebut
substrat, sedangkan hasilnya disebut produk.Cara kerja enzim dalam
mengkatalisis reaksi kimia substansi lain tidak merubah atau merusak reaksi
ini.
Karena enzim terdapat di dalam sel, adanya peningkatan jumlah suatu enzim dalam serum atau plasma umumnya merupakan konsikuensi dari cedera sel sehingga molekul-molekul intrasel dapat lolos keluar. Dengan demikian, jumlah enzim yang sangat berlimpah dalam serum digunakan secara klinis sebagai bukti adanya kerusakan organ. Enzim-enzim yang dibebaskan ke dalam sirkulasi tidak memiliki fisiologik di sana dan secara bertahap dibersihkan melalui rute ekskresi normal.
Pada
keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan
penyakit. Analisis enzim dalam serum dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit, seperti: infarktus otot jantung, prostat, hepatitis, dan lain-lain.
Ditemukannya suatu enzim dalam darah dengan tingkat berlebihan seringkali
menunjukkan adanya kerusakan sel di dalam organ yang sakit. Penyakit tertentu
seperti hepatitis terinfeksi menyebabkan jaringan hati mengalami kerusakan
akibat infeksi, sehingga terjadi pelepasan enzim hati ke dalam darah.
Tidak
semua enzim, baik yang bekerja ekstrasel maupun intrasel, dapat digunakan untuk
tujuan memastikan diagnosis suatu penyakit atau menilai suatu keadaan
fisiologis berjalan sebagaimana mestinya. Selain kekhasan enzim atau isozim
bagi suatu jaringan, kemudahan cara pengukuran menjadi pertimbangan yang tidak
dapat ditepiskan demikian saja. Selain itu, keserasian atau keterbiasaan dengan
suatu enzim yang telah dikenal baik kinerjanya sebagai petanda proses juga
merupakan suatu hal yang selalu dipertimbangkan dalam pemilihan.
A. PEMANFAATAN ENZIM UNTUK TUJUAN DIAGNOSIS
Beberapa enzim umum sekali digunakan untuk tujuan
diagnosis. Enzim-enzim itu adalah :
·
Alanin
aminotransferase (ALT) atau glutamat piruvat transaminase (GPT)
·
Aldolase
·
Amylase-α
·
Aspartat
aminotransferase (AST) atau glutamate oksaloasetat transaminase (GOT)
·
Fossfatase
alkali
·
Fosfatase
asam
·
Glutamil
transferase
·
Glutamate
dehidrogenase
·
Isositrat
dehidrogenase
·
Kimotripsin
·
Kolinesterase
·
Kreatinkinase
·
laktat
dehidrogenase (LDH)
·
lipase
·
5’-nukleotidase
·
Tripsin
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam beberapa kelompok :
1. Enzim
sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat
penyakit tertentu.
Penggunaan
enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip
bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan
ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian
kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya
sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan
ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikit dan tetap. Apabila enzim intrasel
terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang
seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat
diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya
membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh
beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid
bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya
aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya,
atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi
mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh
(penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penyakit dan
penggunaan
enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah sebagai berikut :
·
AMILASE
a) Fisiologis
Amylase
merupakan enzim yang berperan dalam proses hidrolisis amilum, yaitu suatu
polisakarida terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amylase ialah enzim cerna yang memecahkan zat pati (amilum)
menjadi molekul-molekul karbohidrat yang lebih kecil, lokasi berfungsinya
adalah di luar sel. Enzim itu disekresikan ke dalam air liur dan ke dalam saluran cerna bagian atas dan
mendepolimer zat-zat pati dalam makanan mejadi potongan-potongan dapat diserap.
Banyak jenis sel mempunyai aktivitas amylase, tetapi yang bermakna dalam fisiologis dan diagnosis adalah
kelenjar ludah dan pancreas. Amylase yang terdapat pada serum normal berasal
dari kelenjar ludah dan dari pancreas; kalau terjadi peningkatan patologis, itu
hampir selalu datang dari pancreas.
b) Kegunaan
Untuk Diagnosis
Amylase dalam serum meningkat pada
radang pancreas. Mungkin sekali karena sel-sel sekretorik pecah dan juga karena
enzim yang ada di luar sel diserap dari usus dan dari cairan asites melalui
saluran-saluran limfe dalam peritoneum yang
melebar dan lebih mudah ditembus. Pada pancreatitis akut amylase dalam serum
mulai meningkat dalam waktu 6-24 jam. Amylase mudah menembus filter glomeluri,
sehingga beberapa jam setelah terjadi penigkatan dalam serum, urin juga
menunjukan kadar meningggi. Amylase dalam serum hanya meninggi selama beberapa
hari, dalam waktu 2-7 hari nilai menjadi
normal kembali. Jika tes diagnostic dilakukan setelah penyakit berlangsung
beberapa hari, ada kemungkinan kadar amylase telah menyusut kadar yang bersifat
non-diagnostik. Nilai yang meningkat dala urin masih dapat bertahan beberapa
hari lagi, jadi memeriksa urin berguna dalam evaluasi klinis.
c) Penyulit
Pada Penetapan
Beberapa hal berpengaruh kepada
kadar amylase dalam serum. Kadar itu memuncak apabila kepada pasien diberikan
obat yang melakukan konstriksisfinkter ductus pancreaticus. Yang paling sering
menyebabkan itu ialah morfin. Darah pasien harus di ambil sebelum kepadanya
deberikan morfin untuk meringankan nyeri abdomen yang mungkin disebabkan oleh
radang pancreas. Codein, chlorothiazide, pancreozymin atau secretin juga
mendatangkan kenaikan amylase dalam serum. Kadar sedikit meningggi pada pasien
dengan gagal ginjal karena ekskresi terhambat. Kadar glukosa yang tinggi
menekan nilai amylase dalam serum, nilai amylase menurun sekali kalau darah
untuk pemeriksaan diambil dari pasien yang sedang diinfus glukosa. Keadaan
patologis yang berpengaruh kepada amylase dalam serum didapat.
* Kondisi yang meningkatkan amylase dalam serum
Peningkatan
tegas (5 atau lebih kali nilai normal)
Pancreatitis akut
Pseudokista dalam pancreas
Pemberian morfin
* Peningkatan
sedang (3-5 kali nilai normal)
Karsinoma pancreas di kepala
pancreas (tahap akhir)
Parotitis (Gondongan)
Radang kelenjar liur
Ulcus pepticum perforans
(kadang-kadang)
·
AMINOTRANSFERASE
(TRANSAMINASE)
a.
Fisiologi
Asam amino
ikut serta dalam banyak reaksi dan aminotransferase tersebar luas. Hati yang
merupakan pusat sintesis protein dan penyaluran asam amino ke dalam jalur-jalur
biokimia lain, adalah salah satu organ yang sangat banyak mengandung
aminotransferase. Hanya sel-sel hati yang memiliki konsentrasi ALT tinggi
biarpun ginjal, jantung dan otot bergaris mengandung ALT dalam jumlah sedang.
Banyak ATS ada dalam hati dan didalam sel miokard, sedangkan AST juga terdapat
dalam konsentrasi bermakna, biarpun kurang, dalam otot bergaris, ginjal, otak dan
pancreas. Hepatosit berisi 3-4 kali lebih banyak AST dari ALT. akan tetapi
kadar ALT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitive kea rah kerusakan
hati karena sangat sedikitnya kondisi
bukan hati berpengaruh kepada kadar ALT dalam serum.
b.
Kegunaan
Aminotrasferase Dalam Diagnostik (Selain Penyakit Hati)
Kadar aspartat aminotransferase
meningkat pada banyak kejadian. Bilat otot jantung menderita kerusakan oleh
iaschemia, AST dalam serum meningkat setelah 6-8 jam; puncak kadar di capai
antara 24-48 jam. Sedangkan pemulihan kepada normal terjadi antara 72- 96 jam.
Peningkatan AST terjadi dalam kurun waktu antara meningginya kreatine
fosfokinase (CPK ) yang sangat dini terjadi dan cepat pula menurun lagi, yakni
dalam dwaktu 48 jam dan meningginya laktat dehidrogenase (LDH) yang baru mulai
meningkat 12 jam atau lebih setelah terjadi infark dan menetap pada nilai
tinggi itu sampai seminggu atau lebih. Penigkatan AAST tidak dapat dipakai
selaku satu-satunya indicator enzimatik utnuk adanya infark miokard karena ia
meningkat juga pada kondisi-kondisi lain yang perlu ikut dipertimbangkan dalam diagnosis banding serangan jantung. AST
dalam serum meninggi pada renjatan atau kolaps sirkulasi darah apa juga
sebabnya, mungkin sekali karena terjadi kerusakan hati. Pancreatitis akut juga
mendatangkan kadar AST yang sangat tinggi. Peningkatan sedang mungkin muncul
pada aritmia jantung dan pada ischemia yang tidak berlanjut menjadi infark.
Keadaan-keadaan yang berpengaruh kepada kadar AST dapat di temukan dalam tabel
1.
Kondisi Yang
Meningkatkan Aspartat Aminotransferare (Glutamat-Oxaloasetat Transaminase)
o Peningkatan tegas (5 atau lebih kali
nilai normal)
Kerusakan
hematoseluler akut
Infarct
miokard
Kolaps
sirkulasi (renjatan)
Pancreatitis
akut
Mononucleosis
infeksiosa
o Peningkatan sedang (3-5 kali nilai
normal)
Obstruksi
saluran empedu
Aritmia
jantung
Gagal
jantung kongestif
Tumor
hati (metastasis atau primer)
Dystrophia
muscularis
o Peningkatan ringan (sampai 3 kali
normal)
Perikarditis
Sirosis
Infark paru
Delirium
tremeus
Cerebrovascular
accident
2. Enzim
sebagai suatu reagensia diagnosis.
Sebagai
reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda (marker)
suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang
dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim
sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih
spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur
kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan
ketepatannya dalam mengukur.
Contoh penggunaan enzim sebagai
reagen adalah sebagai berikut:
* Uricase
yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter
globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
- Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens. Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain. Pengguna alcohol berat merupakan factor resiko terkena kangker mulut. Pengguna alcohol ini terbukti mengalami peningkatan resiko terkena karsinoma. Sel skuomosa rongga mulut karena alcohol mengandung karsinogen atau prokarsinogen, termasuk kontaminan dAri nitrosamine dan ureytan dan uretan selain etanol. Etanol dimetabolisme oleh alcohol-dehidrogenase dan oleh sitokrom P50 menjadi asetaldehid yang bersifat karsinogenik. Enzim metabolism karsinogenik berperan pada individu tertentu. Alkohol dehidrogenase mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid yang sikoksik dan menghasilkan radikal bebas serta basa DNA hidroksilasi. Alkohol dehidrogenase tipe 3 mungkin merupakan factor predisposisi karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Sitokrom P50 dapat mengaktivasi prokarsinogen lingkungan. Etanol juga dimetabolisme oleh sitokrom p50 IIEI ( CYP2EI ) menjadi asetaldehid.
3. Enzim
sebagai petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai
petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia
lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur
sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu,
tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh
karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam
hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi
dan antigen.
Contoh penggunaannya adalah sebagai
berikut :
- Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
- Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
4. Enzim
Sebagai Agen Terapi
Telah ditemukan beberapa aplikasi
enzim sebagai agen terapi. Beberapa contoh yaitu transfuse darah segar, atau komponen
aktifnya dalam pendarahan. pengelolaan secara langsung dari enzim pencernaan
dalam penyakit. (contohnya : cystic vibrosis) pengelolaan enzim vibrinolitik
(contohnya : streptokinase) untuk meneruskan pembuluh darah yang tersumbat
melalui trombi dalam trombombolic (contohnya penyumbatan paru-paru infraksi
miokardial akut). Ancaman kekacauan tertentu dari kesalahan metabolisme sejak
lahir. (contoh: penyakit gaucher), dan terapi kanker. Untuk penggunaan enzim
dalam terapi, seharusnya sumber diambil dari manusia, untuk menghindari masalah imunologica.
Walaupun enzim didapatkan dari darah manusia mudah ditemukan namun enzim dari
jaringan yang mana akan berfungsi semetara dalam ancaman kesalahan metabolisme
sejak lahir. Adalah sulit didapatkan dalam jumlah yang cukup.
Transport enzim spesifik pada
jaringan target juga menjadi masalah, tetapi beberapa kemajuan baru dan
aplikasi komersil (contohnya: propagasi kultur jaringan sel manusia, isolasi
dan cloning dari gen spesifik) bepotensial untuk mengatasi kesulitan ini.
Beberapa tekhnik telah digunakan dalam produksi hormone peptide seperti somatostatin dan
insulin, interferon dan aktifator jaringan lasminogen. Dalam perlakuan dengan
enzim atau protein, serangan kofalen dari polimer polietilenaglicol (PEG)
tidak aktif atau lamban menyediakan beberapa keuntungan terapi. Ini termasuk
memperlambat pembersihan dan pengurangan imunogenity menghindari degradasi dan
pengikatan antibody. Terapi enzim PEG digunakan dalam perlakuan penyakit imuno
deficiensi, disebabkan oleh kekurangan adenosine diaminasi. dan PEG-interferon
Alfa complex, yang digunakan dalam perlakuan infeksi hepatitis c kronis.
Bagaimanapun ketika sebuah gen dikloning tekhnik yang tadi akan dikembangkan
untuk memasukannya kedalam genom dari manusia yang kurang atau memiliki mutasi
gen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar