Jumat, 06 Mei 2016

MANFAAT ENZIM UNTUK DIAGNOSIS



TUGAS BIOKIMIA 1
PAPER TENTANG MANFAAT ENZIM UNTUK DIAGNOSIS


                         DISUSUN OLEH: 
                        CICI EMA LESTARI ( E1M 0130 005 )
            MIR’ATUL HASANATIN ( E1M 013 030 ) 
                        MUHAMMAD IKSAN ( E1M 013 031 ) 
             RIRIN ( E1M 013 043 )
            WILASTRI HURUN’IN (E1M 013 058)


PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2015



PEMANFAATAN ENZIM SEBAGAI ALAT DIAGNOSIS

Enzim adalah suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur perubahan-perubahan  kimia dalam system biologi. Zat ini dihasilkam oleh organ-organ hewan dan tanaman, yang secara katalik  menjalankan berbagai rekasi , seperti pemecahan hidrolisis, oksidasi, reduksi, isomerisasi, adisi, transfer radikal dan kadang-kadang pemutusan ikatan karbon. Enzim merupakan biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir semua enzim adalah protein. Pada reaksi-reaksi enzimatik, molekul yang mengawali reaksi disebut substrat, sedangkan hasilnya disebut produk.Cara kerja enzim dalam mengkatalisis reaksi kimia substansi lain tidak merubah atau merusak reaksi ini.
          
            
 
 
        Karena enzim terdapat di dalam sel, adanya peningkatan jumlah suatu enzim dalam serum atau plasma umumnya merupakan konsikuensi dari cedera sel sehingga molekul-molekul intrasel dapat lolos keluar. Dengan demikian, jumlah enzim yang sangat berlimpah dalam serum digunakan secara klinis sebagai bukti adanya kerusakan organ. Enzim-enzim yang dibebaskan ke dalam sirkulasi tidak memiliki fisiologik di sana dan secara bertahap dibersihkan melalui rute ekskresi normal.
Pada keadaan abnormal atau aktivitas berlebihan suatu enzim dapat menimbulkan penyakit. Analisis enzim dalam serum dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit, seperti: infarktus otot jantung, prostat, hepatitis, dan lain-lain. Ditemukannya suatu enzim dalam darah dengan tingkat berlebihan seringkali menunjukkan adanya kerusakan sel di dalam organ yang sakit. Penyakit tertentu seperti hepatitis terinfeksi menyebabkan jaringan hati mengalami kerusakan akibat infeksi, sehingga terjadi pelepasan enzim hati ke dalam darah. 
Tidak semua enzim, baik yang bekerja ekstrasel maupun intrasel, dapat digunakan untuk tujuan memastikan diagnosis suatu penyakit atau menilai suatu keadaan fisiologis berjalan sebagaimana mestinya. Selain kekhasan enzim atau isozim bagi suatu jaringan, kemudahan cara pengukuran menjadi pertimbangan yang tidak dapat ditepiskan demikian saja. Selain itu, keserasian atau keterbiasaan dengan suatu enzim yang telah dikenal baik kinerjanya sebagai petanda proses juga merupakan suatu hal yang selalu dipertimbangkan dalam pemilihan.
   
A.    PEMANFAATAN ENZIM UNTUK TUJUAN DIAGNOSIS 
Beberapa enzim umum sekali digunakan untuk tujuan diagnosis. Enzim-enzim itu adalah :
·         Alanin aminotransferase (ALT) atau glutamat piruvat transaminase (GPT)
·         Aldolase
·         Amylase-α
·         Aspartat aminotransferase (AST) atau glutamate oksaloasetat transaminase (GOT)
·         Fossfatase alkali
·         Fosfatase asam
·         Glutamil transferase
·         Glutamate dehidrogenase
·         Isositrat dehidrogenase
·         Kimotripsin
·         Kolinesterase
·         Kreatinkinase
·         laktat dehidrogenase (LDH)
·         lipase
·         5’-nukleotidase
·         Tripsin

Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam beberapa kelompok :
        1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikit dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.

Contoh penyakit dan penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah sebagai berikut :

·                              AMILASE
a)      Fisiologis
Amylase merupakan enzim yang berperan dalam proses hidrolisis amilum, yaitu suatu polisakarida terdiri atas amilosa dan amilopektin.  Amylase ialah enzim cerna yang memecahkan zat pati (amilum) menjadi molekul-molekul karbohidrat yang lebih kecil, lokasi berfungsinya adalah di luar sel. Enzim itu disekresikan ke dalam air liur dan ke dalam saluran cerna bagian atas dan mendepolimer zat-zat pati dalam makanan mejadi potongan-potongan dapat diserap. Banyak jenis sel mempunyai aktivitas amylase, tetapi yang bermakna  dalam fisiologis dan diagnosis adalah kelenjar ludah dan pancreas. Amylase yang terdapat pada serum normal berasal dari kelenjar ludah dan dari pancreas; kalau terjadi peningkatan patologis, itu hampir selalu datang dari pancreas.

b)      Kegunaan Untuk Diagnosis
Amylase dalam serum meningkat pada radang pancreas. Mungkin sekali karena sel-sel sekretorik pecah dan juga karena enzim yang ada di luar sel diserap dari usus dan dari cairan asites melalui saluran-saluran limfe dalam peritoneum yang melebar dan lebih mudah ditembus. Pada pancreatitis akut amylase dalam serum mulai meningkat dalam waktu 6-24 jam. Amylase mudah menembus filter glomeluri, sehingga beberapa jam setelah terjadi penigkatan dalam serum, urin juga menunjukan kadar meningggi. Amylase dalam serum hanya meninggi selama beberapa hari,  dalam waktu 2-7 hari nilai menjadi normal kembali. Jika tes diagnostic dilakukan setelah penyakit berlangsung beberapa hari, ada kemungkinan kadar amylase telah menyusut kadar yang bersifat non-diagnostik. Nilai yang meningkat dala urin masih dapat bertahan beberapa hari lagi, jadi memeriksa urin berguna dalam evaluasi klinis.
                                                                  
c)      Penyulit Pada Penetapan
Beberapa hal berpengaruh kepada kadar amylase dalam serum. Kadar itu memuncak apabila kepada pasien diberikan obat yang melakukan konstriksisfinkter ductus pancreaticus. Yang paling sering menyebabkan itu ialah morfin. Darah pasien harus di ambil sebelum kepadanya deberikan morfin untuk meringankan nyeri abdomen yang mungkin disebabkan oleh radang pancreas. Codein, chlorothiazide, pancreozymin atau secretin juga mendatangkan kenaikan amylase dalam serum. Kadar sedikit meningggi pada pasien dengan gagal ginjal karena ekskresi terhambat. Kadar glukosa yang tinggi menekan nilai amylase dalam serum, nilai amylase menurun sekali kalau darah untuk pemeriksaan diambil dari pasien yang sedang diinfus glukosa. Keadaan patologis yang berpengaruh kepada amylase dalam serum didapat.
 * Kondisi yang meningkatkan amylase dalam serum
     Peningkatan tegas (5 atau lebih kali nilai normal)
                             Pancreatitis akut
                             Pseudokista dalam pancreas
                             Pemberian morfin
Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal)
                             Karsinoma pancreas di kepala pancreas (tahap akhir)
                             Parotitis (Gondongan)
                             Radang kelenjar liur
                             Ulcus pepticum perforans (kadang-kadang)

·         AMINOTRANSFERASE (TRANSAMINASE)
a.    Fisiologi
Asam amino ikut serta dalam banyak reaksi dan aminotransferase tersebar luas. Hati yang merupakan pusat sintesis protein dan penyaluran asam amino ke dalam jalur-jalur biokimia lain, adalah salah satu organ yang sangat banyak mengandung aminotransferase. Hanya sel-sel hati yang memiliki konsentrasi ALT tinggi biarpun ginjal, jantung dan otot bergaris mengandung ALT dalam jumlah sedang. Banyak ATS ada dalam hati dan didalam sel miokard, sedangkan AST juga terdapat dalam konsentrasi bermakna, biarpun kurang, dalam otot bergaris, ginjal, otak dan pancreas. Hepatosit berisi 3-4 kali lebih banyak AST dari ALT. akan tetapi kadar ALT dalam serum menjadi petunjuk yang lebih sensitive kea rah kerusakan hati karena sangat sedikitnya  kondisi bukan hati berpengaruh kepada kadar ALT dalam serum.
b.    Kegunaan Aminotrasferase Dalam Diagnostik (Selain Penyakit Hati)
Kadar aspartat aminotransferase meningkat pada banyak kejadian. Bilat otot jantung menderita kerusakan oleh iaschemia, AST dalam serum meningkat setelah 6-8 jam; puncak kadar di capai antara 24-48 jam. Sedangkan pemulihan kepada normal terjadi antara 72- 96 jam. Peningkatan AST terjadi dalam kurun waktu antara meningginya kreatine fosfokinase (CPK ) yang sangat dini terjadi dan cepat pula menurun lagi, yakni dalam dwaktu 48 jam dan meningginya laktat dehidrogenase (LDH) yang baru mulai meningkat 12 jam atau lebih setelah terjadi infark dan menetap pada nilai tinggi itu sampai seminggu atau lebih. Penigkatan AAST tidak dapat dipakai selaku satu-satunya indicator enzimatik utnuk adanya infark miokard karena ia meningkat juga pada kondisi-kondisi lain yang perlu ikut dipertimbangkan  dalam diagnosis banding serangan jantung. AST dalam serum meninggi pada renjatan atau kolaps sirkulasi darah apa juga sebabnya, mungkin sekali karena terjadi kerusakan hati. Pancreatitis akut juga mendatangkan kadar AST yang sangat tinggi. Peningkatan sedang mungkin muncul pada aritmia jantung dan pada ischemia yang tidak berlanjut menjadi infark. Keadaan-keadaan yang berpengaruh kepada kadar AST dapat di temukan dalam tabel 1.

Kondisi Yang Meningkatkan Aspartat Aminotransferare (Glutamat-Oxaloasetat Transaminase)

o   Peningkatan tegas (5 atau lebih kali nilai normal)
                        Kerusakan hematoseluler akut
                        Infarct miokard
                        Kolaps sirkulasi (renjatan)
                        Pancreatitis akut
                        Mononucleosis infeksiosa
o   Peningkatan sedang (3-5 kali nilai normal)
                        Obstruksi saluran empedu
                        Aritmia jantung
                        Gagal jantung kongestif
                        Tumor hati (metastasis atau primer)
                        Dystrophia muscularis
o   Peningkatan ringan (sampai 3 kali normal)
                        Perikarditis
                        Sirosis
                        Infark paru
                        Delirium tremeus
                        Cerebrovascular accident
   
            2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur.
Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut: 
* Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat       digunakan untuk mengukur asam urat.
  • Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens. Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain. Pengguna alcohol berat merupakan factor resiko terkena kangker mulut. Pengguna alcohol ini terbukti mengalami peningkatan resiko terkena karsinoma. Sel skuomosa rongga mulut karena alcohol mengandung karsinogen atau prokarsinogen, termasuk kontaminan dAri nitrosamine dan ureytan  dan uretan selain etanol. Etanol dimetabolisme oleh alcohol-dehidrogenase dan oleh sitokrom P50 menjadi asetaldehid yang bersifat karsinogenik. Enzim metabolism karsinogenik berperan pada individu tertentu. Alkohol dehidrogenase mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid yang sikoksik dan menghasilkan radikal bebas serta basa DNA hidroksilasi. Alkohol dehidrogenase tipe 3 mungkin merupakan factor predisposisi karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Sitokrom P50 dapat mengaktivasi prokarsinogen lingkungan. Etanol juga dimetabolisme oleh sitokrom p50 IIEI ( CYP2EI ) menjadi asetaldehid.
        3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen.
Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut :
  • Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
  • Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.
         4. Enzim Sebagai Agen Terapi
Telah ditemukan beberapa aplikasi enzim sebagai agen terapi. Beberapa contoh yaitu transfuse darah segar, atau komponen aktifnya dalam pendarahan. pengelolaan secara langsung dari enzim pencernaan dalam penyakit. (contohnya : cystic vibrosis) pengelolaan enzim vibrinolitik (contohnya : streptokinase) untuk meneruskan pembuluh darah yang tersumbat melalui trombi dalam trombombolic (contohnya penyumbatan paru-paru infraksi miokardial akut). Ancaman kekacauan tertentu dari kesalahan metabolisme sejak lahir. (contoh: penyakit gaucher), dan terapi kanker. Untuk penggunaan enzim dalam terapi, seharusnya sumber diambil dari manusia, untuk menghindari masalah imunologica. Walaupun enzim didapatkan dari darah manusia mudah ditemukan namun enzim dari jaringan yang mana akan berfungsi semetara dalam ancaman kesalahan metabolisme sejak lahir. Adalah sulit didapatkan dalam jumlah yang cukup.
Transport enzim spesifik pada jaringan target juga menjadi masalah, tetapi beberapa kemajuan baru dan aplikasi komersil (contohnya: propagasi kultur jaringan sel manusia, isolasi dan cloning dari gen spesifik) bepotensial untuk mengatasi kesulitan ini. Beberapa tekhnik telah digunakan dalam produksi hormone peptide seperti somatostatin dan insulin, interferon dan aktifator jaringan lasminogen. Dalam perlakuan dengan enzim atau protein, serangan  kofalen dari polimer polietilenaglicol (PEG) tidak aktif atau lamban menyediakan beberapa keuntungan terapi. Ini termasuk memperlambat pembersihan dan pengurangan imunogenity menghindari degradasi dan pengikatan antibody. Terapi enzim PEG digunakan dalam perlakuan penyakit imuno deficiensi, disebabkan oleh kekurangan adenosine diaminasi. dan PEG-interferon Alfa complex, yang digunakan dalam perlakuan infeksi hepatitis c kronis. Bagaimanapun ketika sebuah gen dikloning tekhnik yang tadi akan dikembangkan untuk memasukannya kedalam genom dari manusia yang kurang atau memiliki mutasi gen.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar